Ilustrasi Petruk Dadi Ratu: Kekuasaan ditangan Rakyat. Sumber: di sini
Apa yang terlintas ketika membaca judul “Menegakkan Kembali Tiang Negara Kesatuan
Republik Indonesia” di blog Tulisan Calon Petani ini ?!
Bisa jadi justru timbul banyak pertanyaan, semacam : Apakah
relevan ? Kemudian seberapa signifikan mengaitkan
antara Pertanian dan Pangan dengan Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
?
Semoga pertanyaan-pertanyaan tersebut mendapat titik
terang, lewat apa yang berabad silam pernah diungkapkan oleh seorang Mencius, filsuf dari Cina. Beliau menegaskan Tiga tiang utama yang menyangga tegaknya suatu negara yakni:
militer yang kuat, rakyat yang kenyang, dan pemimpin yang dipercayai rakyatnya.
Lebih lanjut dikatakan, jika dari ketiga syarat tadi salah
satu tidak dapat dipenuhi, Mencius menyampaikan: militer yang kuat boleh tidak
ada, asalkan rakyat kenyang dan para pemimpin masih dapat dipercayai rakyatnya.
Tapi jika hanya satu syarat saja yang
dapat dipenuhi, Mencius mengatakan: rakyat boleh lapar, asalkan para pemimpinnya
masih dapat dipercaya.
Dari ketiga syarat untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) apa saja yang masih kita punya ?
Militer Yang Kuat
Paska runtuhnya Orde Baru tahun 1998, konsep ’stabilitas’
yang diusung Orde Baru dengan Dwifungsi ABRInya juga ikut tenggelam. Fungsi
ABRI dikembalikan untuk mempertahankan Bangsa ini dari serangan dalam dan luar,
suatu tugas berat dan membutuhkan kefokusan mengingat kondisi geografis kita
yang luas dan berupa pulau-pulau yang terpisah oleh lautan.
Dari fakta-fakta yang ada kita bisa melihat upaya reformasi
di tubuh ABRI terus diupayakan bergulir. Tanpa bermaksud mendikotomikan sipil –
militer, harus diakui upaya ABRI lebih baik dari reformasi di tubuh sipil yang
justru terlihat mabuk oleh kekuasaan. Para jenderal ABRI tidak lagi diplot
menjadi Gubernur, Bupati/Walikota, Direksi atau Komisaris BUMN, serta hilangnya
Fraksi ABRI dari DPR dan DPRD merupakan bukti.
TNI sekarang seolah dipaksa menjadi ompong dan keropos,
harus menggunakan sumberdaya persenjataan dan peralatan perang yang berumur di
atas 30-an tahun. Fakta yang kemudian terjadi adalah banyaknya pesawat dan
helikopter milik TNI yang jatuh sebelum berperang, yang tentunya ikut
menewaskan sumberdaya manusia terbaik yang dimiliki TNI. Sedemikian lemahnya
TNI di mata tetangga, dalam tahun-tahun terakhir sering kita dengar dan lihat
dari media televisi, dengan berani kapal perang Angkatan Laut Diraja Malaysia
memprovokasi dengan melanggar batas wilayah NKRI, karena tahu bahwa kapal-kapal
Angkatan Laut TNI kalah persenjataan dan teknologi.
TNI ketiga angkatan saat ini tinggal mengandalkan kekuatan
sumber daya manusia (SDM), namun tanpa didukung peralatan yang memadai, mereka
ibarat target sasaran empuk bagi persenjataan dan peralatan tempur lawan.
Rakyat Yang
Kenyang.
Definisi dari Ketahanan
Pangan menurut UU RI No. 7 tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau.
Franciscus Welirang, dalam salah satu tulisannya sangat pas
melukiskan hubungan manusia dan pangan: dalam kebudayaan Cina, makanan (zhe) dalam huruf kanji adalah gabungan
antara 2 huruf, yaitu : manusia (ren)
dan baik (liang). Jadi makanan harus baik bagi manusia.
Sedangkan huruf damai atau harmoni (he) adalah gabungan antara padi dan mulut.
Jadi damai yang membutuhkan kedaulatan, sangat erat kaitannya dengan tersedianya
makanan untuk mulut semua orang.
Jumlah pengangguran meningkat akibat dampak krisis global,
jutaan rakyat yang masih memilkiki penghasilan dibawah US $ 1 per hari,
meningkatnya kasus bunuh diri berlatar belakang kesulitan ekonomi, serta masih
adanya beberapa balita kekurangan gizi yang berakhir pada kematian di negeri
yang mengaku agraris ini, membuat kita sulit memenuhi syarat kedua yang
disampaikan Muncius.
Kepercayaan
Rakyat terhadap Pemimpinnya
Masih ingat kasus Bank Century ? Oleh media asing disejajarkan dengan
Watergate. Kasus itu menambah panjang daftar persoalan yang tidak terselesaikan
oleh pemerintah, yang mencederai kepercayaan rakyat banyak, yang menikam rasa
keadilan masyarakat : kasus Bapindo, Bank Bali, dan BLBI.
Rakyat terhenyak, ketika Mahkamah Konstitusi
memperdengarkan rekaman hasil sadapan KPK terkait dugaan kriminalisasi institusi
dan oknum KPK oleh POLRI. Belum lama
rakyat kembali lebih terhenyak ketika Akil Mochtar, Pimpinan Mahkamah
Konstitusi menjadi tersangka KPK atas dugaan suap sengketa Pilkada. Sebelumnya, beberapa petinggi Partai Politik, pejabat semacam Bupati, Walikota, Gubernur, bahkan Menteri menjadi tersangka kasus korupsi.
Rasa keadilan yang terusik, telah menggerakkan berbagai
elemen masyarakat untuk melakukan aksi, seperti munculnya komunitas Cicak di
berbagai daerah dalam tempo singkat, inisiatif dukungan facebooker terhadap
oknum KPK (Bibit dan Chandra) mencapai sejuta hanya dalam beberapa hari,
demikian juga dengan dukungan beberapa tokoh terhadap Bibit-Chandra dengan cara
menjaminkan dirinya untuk pembebasan Bibit-Chandra dari penahanan POLRI. Gerakan massa dan para tokoh masyarakat yang sedemikian
tadi perlu dilihat secara bijak sebagai indikator jatuhnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan saat ini. Rakyat mengerti bahwa keterpurukan
multidimensi negeri kita merupakan warisan pemerintahan terdahulu, namun rakyat
tidak bisa menerima jika itu dijadikan dalih pemerintah yang saat ini berkuasa
untuk menghindari ’tanggung jawab estafet’ kepemimpinan.
Masih adakah harapan untuk Menegakkan Kembali Tiang Negara Kesatuan Republik Indonesia ?!
Apakah fenomena Jokowi adalah jawabannya, ataukan euforia semata - seperti yang sudah-sudah ?!
Thomas Pras, 30 November 2009 (diupdate 2 April 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar