Merawat Spirit dan Mengasah Passion di Wana Patria dan Pusdakota
Siswa SD Siti AMinah sedang mengikuti Pendidikan Lingkungan di Pusdakota. Sumber: di sini
Belajar ke Wana Patria & Pusdakota
Tahun2007, masih dalam suasana bulan puasa, saya bersama teman-teman satu lembaga sosial yang mendampingi masyarakat petani melakukan kunjungan ke Jawa Timur, tepatnya ke Wahana Bina Patria (Wana Patria), Blitar dan ke Pusdakota - Universitas Surabaya. Kami didampingi oleh Mas Tanto de Hobo (Eddy Suhermanto - Almarhum), saat itu beliau sedang menjadi Konsultan Lembaga kami, yang kebetulan adiknya adalah Dosen di Universitas Surabaya sekaligus Pimpinan Pusdakota.
Tujuan kami ke
sana untuk belajar, baik untuk meningkatkan kapasitas dibidang manajemen
organisasi maupun terkait hal-hal teknis
terkait pendampingan masyarakat, dan buat saya pribadi terutama untuk menemukan spirit dalam dunia
pendampingan, mengasah passion. Di sana kami mengenal Teknologi Pengolahan Sampah Rumah Tangga yang bernama : Keranjang Takakura.
Karena ini kisah
lama, dan catatan tangan saya acak-acakan, ingatan sudah bercampur lupa, sementara
tulisan yang sudah jadi artikel dikomputer ikut tiada karena hardisk dekstop
saya tewas, untuk mengurangi kesalahan, informasi yang sifatnya tentang kelembagaan,
saya copy saja dari sumbernya langsung, atau sumber-sumber yang saya mengenal
dekat dengan lembaga-lembaga tersebut..
Wahana Bina Patria (Wana Patria, Blitar)
Tentang Wana Patria
Wahana Bina Patria atau biasa disingkat Wana Patria terletak di Jl. S.Supriyadi No.19 Kota Blitar. Lembaga yang terletak di sebelah Makam Bung
Karno ini bergerak di bidang lingkungan hidup, dengan 3 (tiga) bidang utama, yaitu :
1.
Pengelolaan Sampah,
2.
Pertanian Organik dan
3.
Peternakan Organik.
Wana Patria juga melayani pelatihan untuk umum, lembaga pendidikan, ormas, lembaga
pemerintah, ataupun pribadi. Wana Patria merupakan Rumah Belajar
Kearifan Lingkungan didirikan oleh Suster-suster Konggregasi SSPS, dengan difasilitasi langsung oleh Mas Cahyo Suryanto, Pimpinan Pusdakota, dan kakaknya: Mas Tanto, guru sekaligus sahabat buat saya. Lahan di komplek Susteran, dan juga Sekolah TK dan SD di
sebelahnya begitu asri. Di lahan
belakang susteran penuh tanaman sayur-mayur, di tata dengan cantik, dihalaman
samping kanan ada kebun sayuran yang didesain menggunakan Desain Mandala, mengadopsi bentuk-bentuk alam dan aliran energi di
alam.
Lahan pertanian dengan Desain Mandala, di Wana Patria, Blitar
Di sebelah
belakang , ada rumah kompos, tempat pengolahan limbah organik dari pohon-pohon
besar sebangsa mahoni, durian, mangga, dll, yang tadinya memenuhi lahan
belakang Susteran. Selain mengolah
sampah organik di rumah kompos, para suster juga mengolah sampah dapur dengan
Teknologi Keranjang Takakura.
Menurut cerita
yang saya dengar saat kunjungan, dulunya -- sebelum tahun 2005, Saat Wana Patria belum dirintis
-- lahan belakang Susteran SSPS penuh
dengan pohon-pohon besar yang tidak produktif.
Tanah tidak terawat, sampah dedaunan berserakan. Menurut cerita Suster Yulia SSPS, saat Wana
Patria baru dimulai, lahannya untuk dicangkuli pun sangat sulit, karena
tanahnya sangat pejal. Tapi saat saya ke
sana, tanahnya sangat gembur. Bukan
hanya sayur-mayur dataran rendah yang dapat tumbuh subur, tapi tanaman khas
dataran tinggi seperti kol, selada dan wortel juga turut menghiasi kebun Wana
Patria. Saya merasakan paparan energi besar, passion kuat yang memancar dari Suster Yulia. Dugaan saya karena beliau pernah berkarya di Amerika Latin, rumah para aktivis sosial.
Kami juga diajak
menengok Sekolah milik Yayasan Suster SSPS di sebelah kiri komplek
Susteran. Di sana saya takjub dengan hijaunya
taman-taman kelas – yang terletak di depan masing-masing kelas -- juga
pengelolaan sampah oleh anak-anak usia dini.
Memang mereka belum sampai mengolah sampah-sampah organik menjadi kompos
(masih dibawa ke rumah kompos Wana Patria), tapi setidaknya kesadaran memilah
sampah organik dan an-organik sudah tertanam hingga praktek.
Jangan-coba-coba
buang sampah sembarangan di sana, pasti akan ditegur oleh siswa-siswa kecil,
seperti yang pernah dialami oleh beberapa wali murid. Menurut cerita pihak sekolah, Wali murid itu
tidak hanya merasa malu, melainkan sekaligus juga bangga, karena yang
menegurnya adalah anaknya sendiri yang masih TK.
Sekolah itu juga
menerapkan kebebasan kreatifitas yang lebih di bandingkan sekolah pada umumnya,
saya bisa menduga itu saat membaca karya-karya mereka di Majalah Dinding
Sekolah. Ide-ide nya cukup genuine,
segar, tak terduga – kemurnian anak-anak yang terjaga.
Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan (Pusdakota) – Universitas Surabaya.
Tentang Pusdakota – Universitas Surabaya.
Sejumlah mahasiswa
yang tergabung dalam Forum Analisis Sosial (FORSAS), melakukan analisis sosial
terhadap kondisi di perkampungan sekitar kampus, mulai tahun 1999. Proses
tersebut, selain mengasah kemampuan intelektual juga membangun kepekaan
terhadap konteks riil yang terjadi di masyarakat. Salah satu temuan dari
analisis tersebut adalah persoalan banjir yang bermuara pada kesadaran akan
pengelolaan sampah. Persoalan sampah ternyata juga berimplikasi pada modal
sosial masyarakat, misalkan kekerabatan antar warga yang menurun. Temuan-temuan
tersebut memotivasi mereka untuk melakukan perubahan bersama komunitas.
Kesadaran bahwa
perguruan tinggi juga memiliki mandat pengabdian masyarakat, maka motivasi
melalukan perubahan tadi didorong agar menjadi lebih terorganisir dengan
didirikannya sebuah lembaga. PUSDAKOTA dilahirkan dengan harapan menjadi media
perjumpaan segala pihak yang dapat menggali potensi-potensi masyarakat,
diarahkan pada keberdayaan dan keadilan. PUSDAKOTA lahir lewat SK Rektor
Universitas Surabaya No. 598/2000. PUSDAKOTA di bawah naungan Yayasan
Universitas Surabaya memiliki sifat otonom, artinya memiliki kemandirian dalam
hal manajemen sumber daya manusia, program, jaringan kemitraan, keuangan
lembaga, dan manajemen aset.
Program
pemberdayaan yang dirintis pertama kali adalah Pengembangan Karakter Anak
(PEKA), Program ini menjadi pintu masuk pendekatan pada komunitas Rungkut.
Program-program lainnya adalah perpustakaan komunitas, pendampingan pedagang
kaki lima, pendampingan kelompok muda-mudi, pendampingan kewirausahaan pada
kelompok ibu. Program lainnya yang berdampak besar bagi perubahan di komunitas
Rungkut, bahkan bagi masyarakat Surabaya adalah Pengelolaan Lingkungan Terpadu
(PELITA). Pengelolaan sampah secara terpadu menjadi salah satu model yang
dikembangkan bersama komunitas RT 04 RW XIV Rungkut Lor.
Kesadaran dan
kesediaan warga untuk memilah sampah menjadi teladan bagi gerakan lingkungan di
berbagai wilayah. Inovasi terhadap pengelolaan sampah terpadu pun terwujud
dengan kolaborasi bersama Techno-Cooperative Association (KITA) pada tahun
2004. Penelitian bersama Koji Takakura & Tetsuya Ishida menciptakan
teknologi sederhana untuk pengelolaan sampah skala rumah tangga, dikenal dengan
nama Takakura Home Method (THM).
Bidang program
dalam Departemen Pemberdayaan Komunitas antara lain :
- Bidang
Sosial, yang terdiri dari 2 sub bidang, yaitu :
- PEKA
(Pengembangan Karakter Anak)
- KASIH
(Keluarga Sehat Inklusif dan Harmonis)
- Bidang
Lingkungan, yang terdiri dari 3 sub bidang, yaitu :
- PELITA
(Pengelolaan Lingkungan Terpadu)
- PERNIK
(Pertanian Organik)
- KESAN
(Kesehatan Sanitasi)
- Bidang
Ekonomi, yang terdiri dari 2 sub bidang, yaitu :
- KAMI
(Keuangan Mikro)
- WARAS
(Kewirausahaan Sosial)
Bidang program
dalam Departemen Literasi dan Publikasi antara lain:
- Penelitian,
Penerbitan dan Pemediaan, bidang ini
memfasilitasi:
- Pengorganisasian
komunitas melalui pendirian radio komunitas. Selain itu produk publikasi
lainnya yang dikelola adalah : Majalah Pendopo dan website.
- Kegiatan
lain yang difasilitasi adalah Formasi (Forum Analisis Aksi), Bedah buku,
dan Studium Generale.
- Perpustakaan
Komunitas Pelangi, bidang ini memfasilitasi:
- Pengorganisasian
komunitas melalui Teras Baca.
- Pendidikan
kepustakaan melalui Pustakawan Cilik.
- Ragam
aktivitas yang diselenggarakan bagi anggota Perpustakaan Pelangi.
Teknologi Keranjang Takakura dan Pembangunan Masyarakat.
Pengelolaan sampah
Rumah Tangga dengan Teknologi Keranjang
Takakura ini menurut asumsi saya setidaknya memiliki dua kelebihan ketika
dipakai oleh Pusdakota-Ubaya sebagai ‘wahana’ pendampingan masyarakat. Pertama sebab sampah di Surabaya mulai menjadi
masalah untuk warga, masalah lingkungan yang belum terselesaikan. Bahkan saat itu, menurut
berita di koran yang sempat saya baca, posisi Walikota sempat ‘goyang’ karena persoalan sampah
ini. Kedua, Teknologi Keranjang Takakura
ini pas untuk skala keluarga, sehingga menjadi pintu masuk untuk melibatkan warga
secara lebih massal, dimana tiap-tiap rumah terlibat dalam mengatasi
masalahnya, sesuai prinsip subsidiaritas.
Saya menyimpulkan,
berdasarkan penjelasan Pusdakota, dari informasi masyarakat, dan pengamatan
saat diajak keliling kampung dampingan Pusdakota, Pendampingan Masyarakat lewat
Program Pengelolaan Sampah, khususnya Teknologi Keranjang Takakura oleh
Pusdakota setidaknya memiliki tiga (3) dampak nyata :
1.
Permasalahan Sampah di Kampung dampingan berhasil
diatasi oleh warga masyarakat. Filosofi
pendampingan yang diterapkan adalah, datang
ke masyarakat, menjadi bagian masyarakat, terlibat dan belajar bersama warga. Warga masyarakat dijadikan aktor utama,
menjadi subyek, dan Pusdakota memfasilitasi.
2.
Kampung dampingan menjadi bersih dan asri, hampir semua
warga memiliki tanaman di rumahnya, baik berupa tanaman hias, sayuran, atau
tanaman obat (apotik hidup ). Selain itu
dinding-dinding tembok di kanan kiri gang-gang di Kampung dicat dengan gambar cantik
dan slogan-slogan yang bagus.
3.
Dengan filosofi pendampingan di atas, Pusdakota juga berhasil
merangkul anak-anak muda, yang sebagian tadinya senang tawuran, atau kadang
minum minuman keras, mabuk – kenakalan khas anak muda -- setelah disentuh hatinya,
kemudian berbalik menjadi aktivis yang turut menggerakkan warga masyarakat di
lingkungannya.
Pemandangan Asri di Kampung Dampingan Pusdakota
Saat ini Pusdakota
bersama warga dampingan memiliki produk :
·
Kompos dan Komposter
·
Pangan Organik, meliputi: beras putih, beras
merah, ketan hitam; kedelai, kacang hijau, aneka sayuran organik, serta ikan
dengan budidaya organik
·
Jamu instan dan manisan jamu.
Dalam kunjungan ke
Wana Patria Blitar, dan Pusdakota Surabaya 7 tahun lalu itu saya menemukan praktek yang
sarat nilai, menginspirasi dan membangkitkan minat saya terhadap pertanian dan lingkungan. Dua hal yang saya dapatkan dalam kunjungan
belajar singkat kali ini adalah saya merasa
menemukan suntikan spirit baru dengan menyaksikan langsung bagaimana pendampingan masyarakat yang dilandasi passion bisa membawa perubahan luar
biasa di masyarakat.
Sampah yang tadinya merupakan masalah bagi warga masyarakat, berhasil disulap
menjadi media untuk membangun modal sosial.
Demikian cerita
tentang Merawat Spirit dan Mengasah
Passion di Wana Patria dan Pusdakota, semoga bermanfaat.
Sampai bertemu di
tulisan selanjutnya tentang : KeranjangTakakura, Solusi Problem Sampah Rumah Tangga.
Salam Hangat,
Sumber:
1.
Catatan Kunjungan Belajar ke Wana Patria dan Pusdakota
Ubaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar