Ilustrasi Polemik Opini "Revolusi Mental". Sumber: www.beritaempat.com
Polemik 'Revolusi Mental' Jokowi dan Romo Benny,
Dugaan adanya Plagiarisme dan Konspirasi.
Dunia maya pekan ini dihebohkan dengan adanya dua opini berjudul sama : "Revolusi Mental". Satu ditulis oleh seorang Rohaniwan Aktivis dan Pemerhati Sosial Romo Benny Susetyo, penulis buku Vox Populi Vox Dei, dimuat di Harian Sindo pada Minggu, 11 Mei 2014, satu lagi ditulis Calon Presiden yang paling banyak menghiasi berita berbagai media massa akhir-akhir ini Jokowi, yang dimuat di Harian Kompas pada Sabtu, 10 Mei 2014. Beberapa media, atau pihak, di dunia maya mengaitkan kesamaan judul dan esensi ini dengan plagiarisme.
Berikut ini saya sertakan dua (2) tautan yang saya temukan di halaman pertama mesin pencari google ketika saya mengetikkan kata kunci "Revolusi Mental". Dua tautan tersebut cukup mewakili, sebab dari tautan itu, kita bisa memperoleh gambaran tentang kehebohan atau polemik terkait kedua Opini di atas, termasuk kaitannya dengan plagiarisme dan bahkan konspirasi. Ada yang memasang judul bernada kesimpulan, setidaknya kesimpulan awal tentang adanya ‘plagiarisme' dan 'konspirasi' sebagaimana dimuat oleh Voa Islam dalam : Lelucon Jokowi dan Romo Benny, siapa Plagiat 'Revolusi Mental' di Kompas dan Sindo; ada yang sekedar memberitakan kehebohan dan keheranan, sebagaimana dimuat di beritaempat.com : Heboh Dua “Revolusi Mental” Jokowi Dalam Sehari.
Kedua media sama-sama mengutip pendapat dan postingan di social media facebook dari wartawati senior Nanik S Deyang. Berikut potongan beritanya :
Nanik menegaskan dirinya belum pernah lihat Jokowi menulis di laptop atau komputer.
“Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah sy tdk bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yg sekarang Capres ini bisa jadi sudah lihai menulis. Tapi sudahlah soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yg jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,” bebernya lagi.
Menurut Nanik, memang kedua tulisan ini tidak sama persis, tapi esensinya sebetulnya sama.
“Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi, dan dapat kabar ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi. Lantas saya berfikir jadi siapa sebenanya yg mempunyai konsep visi -misi “Revolusi Mental” ini?????….Ah aku masih terhenyak di tempat duduk sambil nyakot bakwan Jagung melihat hal-hal yg makin hari makin aneh…..ra popo…ra mikir…,” begitu tulisnya dengan nada canda.
Pandangan saya terhadap berita www.voaislam dan www.beritaempat.com pada tautan di atas.
Plagiarisme secara fakta memang ada. Di sisi lain, dua tulisan yang berjudul sama terbit di dua koran dalam waktu yang bersamaan, itu suatu yang bisa dianggap ‘tidak wajar’. Maka ketika kecurigaan adanya plagiarisme, menurut saya itu wajar saja.
Sementara, karena terlanjur dikasih nama Thomas, maka karakter saya juga ikut-ikutan jadi skeptis: ragu-ragu, cenderung nggak gampang percaya. Maka menyaksikan heboh dunia maya itu, saya merasa perlu merunut dan membaca 'sumber langsung' agar mendapat pemahaman jernih, karena lagsung dari pembuat opini -- baik Revolusi Mental yang ditulis Romo Benny dan dimuat di Koran Sindo, maupun yang ditulis Jokowi, dimuat di Harian Kompas. (Silahkan dibaca, tautan saya sertakan pada bagian 'Sumber', di bawah artikel ini).
Ada tiga (3) poin yang menjadi perhatian utama saya.
Pertama, Berita VS Opini; Campur Aduk dan Pencemaran.
Agar berita tetap netral sampai ke tangan pembaca, wartawan penulis berita idealnya tidak memasukkan opini pribadinya atas berita yang ditulisnya. Berita (news: informasi atas kejadian atau peristiwa) berbeda dengan opini (opinion: ide, pendapat, pikiran). Berita adalah informasi tentang suatu peristiwa atau kejadian, sedangkan opini adalah pendapat, ide atau pemikiran tentang suatu hal, termasuk tentang peristiwa atau kejadian.
Berita memang terkadang memuat opini atau pendapat seseorang atas suatu hal atau peristiwa atau kejadian, namun bukan dari penulis berita, melainkan opini dari sumber berita, itupun ‘harus’ dimuat bersama dengan kutipan langsung pendapat dari sumber berita, sehingga pembaca memperoleh berita yang jernih.
Jika berita yang dimuat oleh www.beritaempat.com dalam tautan di atas ‘berhenti sampai di situ’, maksudnya penulis berita – dalam hal ini Ibrahim Ajie -- tidak membuat opini pribadi atas ‘opini’ sumber berita, dalam hal ini Nanik S Deyang , beda lagi dengan berita yang dimuat oleh Voa Islam dalam tautan di atas. Penulis berita www.voaislam.com dalam tautan di atas – dalam hal ini ‘kebetulan’ juga bernama ibrahim-- menurut pendapat saya sudah mencemari berita dengan ‘beropini’ atas ‘opini’ dari sumber berita. Menurut analisa saya, hal ini terjadi karena berita Voa Islam di atas merupakan kumpulan berita, yang bisa saja tidak semuanya berkaitan langsung dengan berita soal polemik Opini berjudul “Revolusi Mental”.
Misalkan pada penggunaan kalimat “ ... Asing dan Aseng” pada salah satu sub judulnya, saya duga penulisan itu dipengaruhi ‘teori konspirasi’, padahal sebagaimana teori konspirasi pada umumnya, kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara empiris. Berita-berita bertema teori konspirasi semacam ini cenderung mencampur aduk antara opini, fakta, isu, rumor, dan gosip. Ketika membaca sampai akhir, saya semakin menduga kuat akan hal itu, sebab berita yang dimuat merupakan susun-gabung dari beberapa berita atau bisa jadi artikel. Hal itu dapat dilihat dari isi berita, dan sebagaimana jelas tertulis di akhir berita : .[ibrahim/berbagaisumber/voa-islam.com].
Saya merasa kesulitan untuk memilah berita yang dimuat oleh www.voaislam.com dalam tautan di atas, mana yang berita, mana yang opini. Misalkan dalam sub judul Fakta Dibalik 'Revolusi Mental' Jokowi, Tokoh Asing dan Aseng, apakah itu masih merupakan sambungan berita tentang bantahan Romo Beni terkait pertanyaan soal plagiarisme (Sub judul Romo Benny Susetyo Bantah Plagiat Jokowi ); tanggapan Joyo Winoto (Mantan kepala BPN) atas polemik Revolusi Mental atau tanggapan Joyo Winoto terkait penguasaan lahan; atau merupakan berita yang terkait dengan pendapat Zaki Mubarak, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah (Sub judul Jokowi Harusnya Revolusi Mental Sendiri Supaya Jujur).
Dalam sub judul Fakta Dibalik 'Revolusi Mental' Jokowi, Tokoh Asing dan Aseng,misalnya, ada kutipan berikut :
“Andai Vicky Prasetyo yang pernah kondang itu boleh ikutan mereka-reka, mungkin dia akan berujar: “Revolusi Mental adalah jalan stabilisasi kemakmuran demi mengatasi labil ekonomi agar tak terjadi kontroversi hati untuk bangsa ini”
Sulit rasanya untuk mengaitkan Seorang Romo Benny Susetyo maupun Seorang Pengamat Politik Zaki Mubarak dengan kutipan pernyataan semacam itu. Maka saya menduga, pernyataan di atas merupakan opini dari pembuat berita, atau bisa juga pendapat orang lain, sebab dalam susunannya pemisahannya kurang jelas (meskipun ‘dipisahkan’ dengan sub judul yang berbeda) namun tidak disebutkan jelas itu kutipan siapa, sumbernya dari mana, sehingga pembaca bisa membaca langsung rujukannya.
Jadi menurut pendapat saya ada perbedaan dalam penyampaian berita antara yang dimuat dalam www.voaislam.com dan www.berita empat.com . yakni kadar kejernihan berita atau kadar pencemaran berita akibat opini penulis beritanya.
Kedua, Soal Kebenaran ‘Opini’ Sumber Berita.
“Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah sy tdk bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yg sekarang Capres ini bisa jadi sudah lihai menulis. Tapi sudahlah soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yg jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,”
Dari kutipan, saya pribadi menyimpulkan bahwa substansi dari ‘opini’ Nanik S Deyang di atas adalah keragu-raguan atau masih menduga-duga: ‘apa iya Jokowi sekarang (sudah) bisa (dan punya waktu) menulis’ ?!
Soal kecurigaan akan adanya plagiarisme, www.voaislam.com sendiri sudah memuat pernyataan Romo Benny yang membantah hal tersebut, setidaknya bantahan bahwa dirinya tidak memplagiat tul;isan Jokowi, bahwa opininya itu sudah dikirimkan tiga minggu sebelumnya.
"Jangan dikait-kaitkan, jelas subtansi berbeda dalam tulisan saya cenderung sisi pendidikan sementara Jowowi sisi politik," ujar Beny Susetyo pada wartawan usai diskusi Gerakan Dikrit Rakyat Indonesia dengan tema Mencegah Platform Tipu-tipu Capres" kata dia di Warung Dapur Selera Jl Supomo No 45 Tebet Jakarta Selatan, Minggu, (11/5/2014).
Lebih lanjut Romo Beny Susetyo menjelaskan. Menurutnya, tulisan Revolusi Mental yang ia tulisnya sudah dikirim tiga minggu sebelum diterbitkan. "Tulisan saya sudah dikirim tiga minggu sebelumnya, tidak tahu kok baru keluar Sabtu kemarin dan berbarengan dengan tulisan Jokowi di Kompas," tegas Romo Beny
Lebih lanjut Romo Beny Susetyo menjelaskan. Menurutnya, tulisan Revolusi Mental yang ia tulisnya sudah dikirim tiga minggu sebelum diterbitkan. "Tulisan saya sudah dikirim tiga minggu sebelumnya, tidak tahu kok baru keluar Sabtu kemarin dan berbarengan dengan tulisan Jokowi di Kompas," tegas Romo Beny
Dari dua 'sumber langsung', yakni opini Revolusi Mental yang ditulis oleh Romo Benny plagiarisme juga secara tak langsung dibantah oleh Romo Benny, di sana kita bisa melihat bahwa secara tersurat tulisannya itu terkait dengan opini-opini almarhum Romo Mangun tentang pendidikan, sementara opini Revolusi Mental yang ditulis oleh Jokowi, juga secara tersurat mengaitkan tulisannya dengan konsep Trisaskti dari Soekarno tentang politik-ekonomi dan sosial budaya. Maka ketika Nanik mempertanyakan esensi, menjadi tidak signifikan.
Menurut Nanik, memang kedua tulisan ini tidak sama persis, tapi esensinya sebetulnya sama.
“Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi, dan dapat kabar ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi. Lantas saya berfikir jadi siapa sebenanya yg mempunyai konsep visi -misi “Revolusi Mental” ini?????….Ah aku masih terhenyak di tempat duduk sambil nyakot bakwan Jagung melihat hal-hal yg makin hari makin aneh…..ra popo…ra mikir…,”
Seperti kita ketahui Bung Karno pernah menggemakan soal Pendidikan Karakter Bangsa, sementara Romo Mangun adalah pemerhati Pendidikan, yang hingga akhir hayatnya rajin menulis opini tentang Pendidikan di berbagai media, khususnya Harian Kompas, aktor dibalik berdirinya Sekolah Mangunan, dan beliau juga seorang Budayawan – penulis novel Burung-burung Manyar. Keduanya juga sama-sama pejuang di masa Revolusi. Kita juga tau, antara Budaya dan pendidikan ada benang merah yang tebal. Lalu kenapa heran jika ada persamaan esensi pada tulisan Jokowi yang terinspirasi dari Trisaktinya Bung karno, dan tulisan Romo Benny yang terinspirasi dari Romo Mangun ?!
Jika benar Romo Benny adalah Tim sukses Jokowi, saya rasa relasi keduanya dipicu karena kesamaan visi, dan kecil kemungkinan salah satu pihak men-drive pihak yang lain.
Mengapa saya berpendapat begitu ?
Selain benang merah ‘bidang perhatian’ antara Romo Mangun - Romo Benny - Bung Karno – Jokowi di atas, saya juga menimbang kapasitas dan integritas keduanya. Romo Benny yang menulis buku Politik Pendidikan, sejak sebelum Reformasi sudah aktif berdiskusi, bikin aksi, menulis artikel, serta menggembleng para aktivis muda di berbagai tempat di Jawa Timur. Maka tak heran jika Romo Benny kemudian akrab dengan para tokoh lintas agama, khususnya aktivis muslim dan pemuka Islam, seperti Gus Dur, KH Hasyim Muzadi, KH Ali Maschan Moesa, KH Said Aqil Siradj hingga Ulil Abshar-Abdalla. Mengenai hal ini, salah satunya dapat dibaca di tulisan pada Maret tahun 2008: Benny Susetyo Pastor Aktivis.
Sementara Jokowi sejauh pengamatan saya, sejak sebagai Walikota selalu blusukan ke akar rumput, berdialog dengan masyarakat, mencari tau permasalahan, kemudian cepat dalam memutuskan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang ditemui di lapangan. Dan ini terjadi setidaknya 1,5 periode kepemimpinannya sebagai Walikota Solo, dan 1,5 tahun sebagai Gubernur DKI Jakarta. Rasanya sulit melakukan tidakan konsisten, dalam hal ini setidaknya selama 8 tahun oleh Jokowi melalui blusukannya, dan belasan tahun oleh Romo Benny melalui aktivitasnya di dunia sosial, jika tidak dilandasi visi yang kuat dan jelas.
Khusus visi mengenai Revolusi Mental -nya Jokowi, saya melihatnya dari keputusan yang diambilnya, misalkan saat berani berbeda pendapat dengan Gubernur Jawa Tengah yang nota bene adalah atasannya, atau saat berani memberikan ‘warning’ kepada world bank. Sementara secara kampanye, soal Revolusi Mental setidaknya sudah beberapa kali saya baca di dunia maya, terutama dari para Relawan Jokowi beberapa bulan belakangan. Silahkan dicross-check sendiri.
Bicara soal orijinalitas suatu ide, ketika lebih jauh dirunut siapa mempengaruhi siapa, maka bahkan ide Bung Karno dan Romo Mangun yang dalam hal ini menginspirasi tulisan opini Romo Benny dan Jokowi, juga diinspirasi oleh pemikir-pemikir sebelumnya atau di masa-nya, misalkan saja : Paulo Freire,Karl Marx, Gandhi, dan lain-lain. Jadi, ketika kita membahas soal Visi -- yang tak dapat dipisahkan dari Nilai dan Prinsip -- rasanya akan bias ketika kita mempertanyakan soal Orijinalitas.
Visi seharusnya memang beyond reality, tapi jika dikaitkan dengan Kepemimpinan, menurut saya visi yang berguna adalah visi yang tidak lari dari realitas, sehingga bisa dibumikan kembali. Visi yang dapat diharapkan bisa mewujud menjadi perubahan yang relevan dan signifikan, bukan sebatas jargon !
Menimbang hal-hal di atas, sekali lagi rasanya tak perlu heran, apalagi kemudian buru-buru mengaitkan persamaan esensi pada tulisan Jokowi yang terinspirasi dari Trisaktinya Bung karno, dan tulisan Romo Benny yang terinspirasi dari Romo Mangun dengan plagiarisme dan konspirasi.
Ketiga, Bisa jadi itu sebab ‘Persoalan Teknis’.
Ini mengenai berita yang dimuat oleh www.voaislam.com, dan wawancara dengan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak. Berikut potongan beritanya:
Tulisan berjudul "Revolusi Mental" yang diterbitkan di kolom opini Harian Kompas pada Sabtu (10/5/2014) lalu, diakui Jokowi bahwa tulisan tersebut bukan hasil karyanya sendiri meski hanya mencantumkan namanya. Kepada wartawan di bandara Sultan Hasanudin, Jokowi mengakui tulisan tersebut merupakan buah karya dirinya dan tim yang ia bentuk.
"Saya kan membuat strukturnya, poin-poinnya, kemudian kita rembuk dalam tim, baru kita buat," katanya.
Mengenai hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, mengatakan seharusnya tidak hanya nama Jokowi yang dicantumkan dalam tulisan tersebut.
"Harusnya penulisnya Jokowi dan tim. Kalau dia mengklaim tulisannya sendiri, itu pelanggaran akademik. Tidak etis. Dia menulis kan bukan gagasannya sendiri. Dia tulis garis besar, yang menulis orang lain," ujar Zaki saat dikonfirmasi, Minggu (11/5/2014).
Dengan mengakui bahwa opini tersebut bukan karyanya 'sendiri', setidaknya bisa disimpulkan tidak ada upaya dari Jokowi untuk membohongi publik. Tapi persoalannya nama penulis opini yang dimuat di Kompas hanya nama Jokowi.
Kalau saya menganalisa demikian:
Jokowi adalah seorang gubernur DKI Jakarta yang menghadapi berbagai akumulasi persoalan nan kompleks, sehingga agendanya sangat padat, apalagi ditambah aktivitasnya sebagai Capres. Maka saya sulit membayangkan seorang Jokowi tak-tik-tak-tik ngetik sendiri opininya. Lebih masuk akal jika Jokowi memaparkan ide, dan kemuadian ada tim yang mengetik ide tersebut. Visi adalah ide besar jangka panjang, maka untuk menerjemahkan visi ke dalam artikel, Jokowi sebagai 'pemilik ide' perlu menjelaskan kepada tim yang akan merubah ide itu ke dalam bentuk tulisan. Sehingga wajar jika kemudian terjadi diskusi antara Jokowi dengan tim penulis yang mengetik artikel opini.
Ketika sudah selesai, Jokowi bisa jadi masih memeriksa dan meneliti kembali, apakah artikel itu benar, tidak ada kesalahan tulis, dan sebagaimana yang dimaksud oleh Jokowi. Ada proses revisi, hingga hasil akhir sesuai yang dimaksudkan Jokowi. Itu yang dalam bayangan saya, lebih masuk akal terjadi.
Jika yang saya imajinasikan itu benar, dan dikembalikan ke definisi Opini = ide, pemikiran, pendapat, maka opini Revolusi Mental yang dimuat oleh Kompas secara substansi tidak salah jika dikatakan sebagai Opininya Jokowi. Masalahnya : kenapa Jokowi (atau Kompas?) tidak mencantumkan -- terlepas sengaja atau tidak -- soal keterlibatan team sebagai pihak yang ikut menulis, mengetik opini ?
Soal hanya nama Jokowi yang dimuat dalam Opini Kompas itu, saya katakan :“Bisa jadi itu terkait Teknis. Sebab setahu saya, apa yang dikatakan oleh Zaki Mubarak itu, secara teknis tidak bisa dilakukan, karena Kompas tidak akan memuat artikel yang ditulis oleh lebih dari satu orang. Berikut landasannya :
Dalam “Kriteria Umum Artikel Kompas” poin 7 disebutkan : Artikel tidak boleh ditulis berdua atau lebih. Mengapa? Jangan sampai penulis yang satu menjadi lokomotif bagi penulis yang lain. Silahkan baca selengkapnya di sini : Rahasia Agar Artikel dimuat Kompas, oleh Agusirkham.
Hal ini juga bisa dicrosscheck ke Redaksi Opini Kompas, bagaimana kejadian sebenarnya, termasuk soal apakah mereka tau opini tersebut ditulis Jokowi bersama tim, atau tidak.
Catatan Penutup.
Opini saya yang panjang lebar ini bisa jadi salah total, bisa jadi benar semua, tapi bisa jadi ada salah tapi ada juga benarnya. Sidatnya masih relatif, belum kesimpulan final, bisa jadi akan berubah ketika informasi sudah menjadi lengkap. Melalui opini ini, saya hanya mencoba berpikir kritis, mengemukakan kemungkinan-kemungkinan lain. Mungkin bawaan skeptis tadi ... ha ha.
Saya juga tidak punya tujuan untuk mematahkan opini orang lain, golek menag-menangan, mengobarkan permusuhan, akan tetapi saya punya tujuan dalam menuliskan artikel ini. Tujuan saya terkait kapasitas diri sendiri, dalam hal-hal berikut, yang bisa jadi berguna juga buat orang lain, diantaranya :
- Mengingat kembali tentang 'ragam informasi', bahwa ada macam-macam level informasi sebagaimana saya tulis di atas: dari level data, fakta, opini, hingga sekelas isu, rumor, dan gosip, yang lebih merupakan ilusi.
- Melatih diri berfikir kritis, membiasakan tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan, sebab informasi yang kita punya belum tentu lengkap dan valid. Sebisa mungkin membekali diri dengan 'sumber berita langsung', sumber primer, dan menggunakannya untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru diluar kesimpulan mainstream yang sudah ada.
- Suatu berita, karena berbagai faktor di lapangan, biasanya memiliki keterbatasan, terutama jika dikaitkan dengan kaidah jurnalistik 5W + 1 H. Maka idealnya pengambilan kesimpulan atau konstruksi opini yang kita bangun barulah bicara soal kemungkinan-kemungkinan, masih bersifat praduga-praduga, masih asumsi, bukan kesimpulan final. Maka melalui penulisan artikel ini, saya melatih kebiasaan dengan cara sengaja memilih penggunaan kata 'bisa jadi', 'bisa saja' dan sejenisnya. Tujuannya untuk tidak menutup kebenaran yang bisa jadi luput dari perhatian kita.
Demikian tulisan saya mengenai Polemik Revolusi Mental - Jokowi dan Romo Benny, Plagiarisme dan Konspirasi. Semoga bermanfaat.
Salam hangat,
Thomas Pras, 13 Mei 2014. 03.03 WIB
Sumber:
- Opini Harian Kompas “Revolusi Mental” oleh Jokowi
- Opini Koran-Sindo “Revolusi Mental” oleh Benny Susetyo
- Heboh Dua Revolusi mental Jokowi dalam Sehari (berita-empat.com)
- Lelucon Jokowi & Romo Benny, Siapa Plagiat Revolusi Mental di Kompas - Sindo. (voa -islam)
Lelucon Jokowi & Romo Benny, Siapa Plagiat 'Revolusi Mental' di Kompas & Sindo - See more at: http://www.voa-islam.com/read/intelligent/2014/05/12/30322/lelucon-jokowi-romo-benny-siapa-plagiat-revolusi-mental-di-kompas-sindo/#sthash.5gkOxczM.dpuf
Plagiarisme Jokowi, siapa nyontek siapa ?
'Tulisan Capres PDIP Joko Widodo berjudul Revolusi Mental yang dimuat di halaman opini Kompas (Hal. 6), Sabtu (10/5/2014), ternyata berujung polemik. Bukan pada materi tulisannya, namun justru pada sisi orisinalitasnya.
Hal ini terungkap dalam postingan di dinding Facebook wartawati senior Nanik S Deyang hari ini.
Nanik mengaku terhenyak lantaran kawannya yang juga Gubernur DKI Jakarta itu sedemikian cepat belajar menulis. 'Jokowi ini yang saya kenal beberapa waktu lalu rasanya saya kok dulu belum pernah lihat dia ngetik di laptop atau kompiuter apalagi sampai begitu panjangnya. Dulu kalau kita rapat program yang mau diomongkan untuk membenahi Jakarta saja dia paling bawa buku kecil terus mencoret-coret pakai tulisan tangan,' tulis Nanik.
Nanik menegaskan dirinya belum pernah lihat Jokowi menulis di laptop atau komputer. 'Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah sy tdk bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yg sekarang Capres ini bisa jadi sudah lihai menulis. Tapi sudahlah soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yg jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,' bebernya lagi.
Hal ini terungkap dalam postingan di dinding Facebook wartawati senior Nanik S Deyang hari ini.
Nanik mengaku terhenyak lantaran kawannya yang juga Gubernur DKI Jakarta itu sedemikian cepat belajar menulis. 'Jokowi ini yang saya kenal beberapa waktu lalu rasanya saya kok dulu belum pernah lihat dia ngetik di laptop atau kompiuter apalagi sampai begitu panjangnya. Dulu kalau kita rapat program yang mau diomongkan untuk membenahi Jakarta saja dia paling bawa buku kecil terus mencoret-coret pakai tulisan tangan,' tulis Nanik.
Nanik menegaskan dirinya belum pernah lihat Jokowi menulis di laptop atau komputer. 'Selain waktunya tidak ada, rasanya dia bukan orang yang pandai menyusun kalimat. Tapi entahlah, mungkin setelah sy tdk bertemu 8 bulan ini, pak Gubernur yg sekarang Capres ini bisa jadi sudah lihai menulis. Tapi sudahlah soal menulis kan bisa saja dituliskan oleh orang di sekitarnya termasuk Anggit, kawan karibnya yg jadi think tank-nya selama ini. Seperti dulu kalau menjawab pertanyaan wartawan secara tertulis,' bebernya lagi.
Nanik pun lebih kaget lagi ketika dirinya membaca koran Sindo di halaman opini juga (hal. 10). Di situ dia melihat tulisan opini dengan judul yang sama dengan yang ditulis Jokowi di Kompas, yaitu 'Revolusi Mental'. Hanya saja tulisan opini yang di Koran Sindo ditulis oleh Sekretaris Komisi HAK KWI Romo Benny Susetyo.
Menurut Nanik, memang kedua tulisan ini tidak sama persis, tapi esensinya sebetulnya sama.
'Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi dan dapat kabar ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi.Lantas saya berfikir jadi siapa sebenarnya yang mempunyai konsep visi -misi 'Revolusi Mental' ini?????'
'Saya iseng telepon kawan yang masih ada di seputar Jokowi dan dapat kabar ternyata Romo Benny Susetyo itu Tim Sukses Jokowi.Lantas saya berfikir jadi siapa sebenarnya yang mempunyai konsep visi -misi 'Revolusi Mental' ini?????'
Romo Benny Susetyo Bantah Plagiat Jokowi
Romo Beny Susetyo akhirnya membantah ada kesamaan dalam tulisan artikelnya yang disebut-sebut plagiat artikel Jokowi. Sebelumnya dua artikel tersebut ramai dibicarakan karena dimuat di dua media koran nasional Kompas dan Sindo dengan judul yang sama yakni "Revolusi Mental" yang diterbitkan pada edisi Sabtu (10/5/2014).Pendiri Setara Institute itu menulis artikelnya di koran Sindo, sementara Calon Presiden Jokowi menulis artikelnya di koran Kompas. Keduanya menulis dengan Judul yang sama yaitu 'Revolusi Mental'.
Namun hal ini dibantah oleh Romo Beny Susetyo yang menyatakan ada upaya yang mengkait-kaitkan dengan Teori konspirasi.
"Jangan dikait-kaitkan, jelas subtansi berbeda dalam tulisan saya cenderung sisi pendidikan sementara Jowowi sisi politik," ujar Beny Susetyo pada wartawan usai diskusi Gerakan Dikrit Rakyat Indonesia dengan tema Mencegah Platform Tipu-tipu Capres" kata dia di Warung Dapur Selera Jl Supomo No 45 Tebet Jakarta Selatan, Minggu, (11/5/2014).
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/intelligent/2014/05/12/30322/lelucon-jokowi-romo-benny-siapa-plagiat-revolusi-mental-di-kompas-sindo/#sthash.5gkOxczM.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar