May Day, Sejarah dan Perkembangan Peringatan Hari Buruh
Ilustrasi Aksi May Day Buruh. Sumber : Detik.com
May Day dan Peringatan Hari Buruh
May Day dan Peristiwa Haymarket
Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000
buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut
pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama
4 hari sejak tanggal 1 Mei. Pada tanggal
4 Mei 1886.
Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran
tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian
dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara,
juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih
adil dari para pemilik modal.
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
TEMPAT WISATA DI LAMPUNG
___________________________________________________________________________
May Day dan Konggres Sosialis Sedunia
Pada bulan Juli
1889,
Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris
menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia dan
mengeluarkan resolusi berisi:
Sebuah
aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua
negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati
bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja
menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional
Perancis.
Resolusi ini mendapat sambutan yang
hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890,
tanggal 1 Mei, yang diistilahkan
dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun
mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.
Sejarah
Perjuangan Buruh
May
Day lahir dari
berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis
hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19
menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara
kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan
pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di
tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
Pemogokan pertama kelas pekerja
Amerika Serikat terjadi pada tahun 1806 oleh pekerja
Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan
juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19
sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya
jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.
Parade dengan jumlah buruh sekitar
20.000 orang mewarnai Hari Buruh pertama yang diadakan di kota New York pada tanggal 5 September 1882. Dalam parade itu, para Buruh mereka membentangkan
spanduk bertulisan tuntutan : 8 jam
kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Peter
McGuire dan Matthew
Maguire yang memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade
tersebut dianggap sebagai orang yang telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati hak-hak para pekerja. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini
menyebar dan semua negara bagian merayakannya.
Lima tahun kemudian, pada 1887,
Oregon menjadi negara bagian pertama yang
menjadikan Hari Buruh sebagai hari libur umum. Pada 1894.
Presider Grover Cleveland
menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama bulan September hari libur umum resmi nasional.
Kongres
Internasional Pertama
diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai
elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan
mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya -- masih pada
tahun sama -- telah dilakukan National
Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum
kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi
landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.
Satu
Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation
of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen
tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja
yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884
Federation of Organized Trades and Labor Unions,
yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872, menuntut delapan jam
kerja di Amerika Serikat
dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.
May Day dan Peringatan Hari Buruh di Indonesia
Di
Indonesia, May Day mulai diperingati pada tahun 1920. Bahkan Indonesia tercatat sebagai
negara Asia pertama yang merayakan 1 Mei sebagai hari buruh. Melalui UU Kerja No. 12 Tahun 1948, pada pasal 15 ayat 2, dinyatakan bahwa
“Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari
kewajiban kerja.”
Berdasarkan peraturan tersebut, kaum
buruh di Indonesia, selalu memperingati May Day setiap tahunnya. Ini berarti May
Day secara konstitusi telah diakui sebagai harinya kaum buruh di Indonesia
sejak lebih dari 65 tahun yang lalu.
Aksi Buruh di Masa
Orde Baru
Orde Baru kemudian melarang buruh
untuk memperingati May Day, karena dianggap sebagai kegiatan politik yang
subversif. Hal ini dilakukan karena Orde Baru memiliki ketakutan tersendiri
terhadap kesolidan buruh di Indonesia, terutama perayaan May Day bisa
mengkonsolidasikan ribuan buruh.
Marsinah, Representasi Buruh
yang Menggentarkan Rezim
Adalah seorang perempuan dari kalangan buruh tani di desa Nglundo, Sukomoro, yang terlahir pada tanggal 10 April 1969, terpaksa mencari pekerjaan di kota akibat lahan pertanian yang semakin sempit dan kemiskinan masyrakat pedesaan. Ia kemudian memperoleh pekerjaan sebagai buruh di sebuah pabrik arloji, PT Catur Putra Surya, Porong, Sidoarjo, Surabaya. Sosoknya yang selalu dikenang oleh kaum buruh dan aktivis karena kematiannya yang tragis disaat menjalankan protes terhadap perusahaan tempatnya bekerja.
Pada tanggal 3 Mei, aksi mereka
dihalang-halangi oleh Koramil setempat, tapi semangat para buruh tidak surut,
malah pada tanggal 4 Mei mereka melancarkan aksi mogok total dengan 12 tuntutan
mereka, termasuk tuntutan upah, tunjangan dan pembubaran Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (SPSI). Pada tanggal 5 Mei, Marsinah menjadi salah satu wakil
buruh dalam perundingan dengan pihak perusahaan.
Namun pada siang hari tanggal 5
Mei, sebanyak 13 orang buruh rekan Marsinah dibawa ke Kodim. Disana mereka
diinterogasi dibawah tuduhan melakukan rapat gelap, penghasutan dan dipaksa
untuk menandatangi penyataan mengundurkan diri dari perusahaan. Demi mengetahui
hal yang dinilainya janggal ini, Marsinah mendatangi markas Kodim seorang diri
untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya.
Sepulangnya dari Kodim,
keberadaan Marsinah tidak diketahui selama 3 hari hingga akhirnya ditemukan
tidak bernyawa pada tanggal 8 Mei 1993, pada saat itu usianya 24 tahun. Kasus Marsinah sudah pernah berusaha diangkat
kembali oleh berbagai kalangan, namun tidak juga menunjukkan titik terang, hal
ini menunjukkan betapa terpinggirnya posisi buruh dan rakyat kecil di dalam
proses peradilan Indonesia. Sementara itu, rekan-rekan Marsinah di PT. Catur
Putra Surya melanjutkan perjuangan dan membentuk Serikat Buruh Kerakyatan yang
berafiliasi kepada Konfederasi Kongres
Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Konfederasi-KASBI).
Rezim berhasil menghilangkan
jasad dan nyawa Marsinah dari muka bumi, tapi mereka tidak akan pernah berhasil
menghapuskan sosok dan semangat Marsinah dari para buruh dan kaum gerakan
Indonesia. Marsinah yang kondisinya sama dengan buruh-buruh berupah rendah
lainnya menjadi prasasti pengingat bahwa untuk mendapatkan kesejahteraan yang
memang haknya, kaum buruh akan berhadapan langsung dengan rezim; pemilik modal,
pemerintah dan militer. Di masyarakat luas pun sosok Marsinah dikenang sebagai
sebuah satire negara demokrasi.
Kematiannya menyedot perhatian
masyarakat luas, bahkan di tahun yang sama pula, ia memperoleh penghargaan Yap
Thiam Hiem. (Jovanka Edwina)
Walaupun dibawah represifitas
pemerintahan Orde Baru, pada tanggal 1 Mei 1994, Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia (SBSI) kembali merayakan May Day di Medan. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh Solidaritas
Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Pusat Perjuangan Buruh Indonesia
(PPBI) dalam merayakan May Day pada tahun 1995. Aksi yang digalang oleh SMID
dan PPBI ini ditujukan ke kantor Departemen Tenaga Kerja dan kantor Gubernur
Jawa Tengah, sebagai simbol pusat kekuasaan.
Aksi Buruh Paska Orde Baru
Pasca jatuhnya Orde Baru di tahun
1998, aksi-aksi dalam memperingati May Day semakin marak dilakukan. Sepanjang
tahun 1998-2012, aksi-aksi peringatan May Day banyak di lakukan di pusat-pusat
kekuasaan, seperti Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kantor
Gubernur, Istana Negara, Depnaker, Disnaker, Gedung DPR/MPR, dan lain-lain.
Namun menariknya, di rentang waktu
tersebut terjadi perubahan tujuan aksi dari pusat kekuasaan ke kawasan
industri, yakni pada rentang tahun 1997-2000. Pada rentang waktu tersebut,
aksi-aksi May Day banyak dilakukan di kawasan-kawasan industri, seperti kawasan
industri Tandes Surabaya, kawasan Industri di Sidoarjo, Gresik, Ungaran Jawa
Tengah, dan Sukoharjo. Perubahan pola aksi ke kawasan industri ini dilakukan
karena kawasan industri merupakan jantung kapitalisme. Dengan dilakukannya aksi
di kawasan industri, maka produksi di pabrik akan berhenti dan pemilik modal akan
mengalami kerugian besar. Isu Mayday pada tahun-tahun ini pun bukan hanya
mengangkat isu normatif saja, namun didominasi dengan isu Mayday sebagai hari
libur nasional dan kenaikan upah 100%.
Perubahan pola aksi ke pusat kekuasaan
kembali marak terjadi pada kurun waktu 2001-2007. Namun isu Mayday yang
diangkat pada rentang waktu ini mulai menjadi sangat politis karena mengusung
lawan neoliberalisme dan kapitalisme, menolak revisi UUK No. 13. Sementara
walaupun di rentang waktu 2008-2012 masih di warnai aksi-aksi ke pusat
kekuasaan, namun yang berbeda di kurun waktu ini ialah serikat buruh kuning
mulai ikut aksi memperingati Mayday. Pada tahun-tahun ini, isu yang mendominasi
adalah isu upah, tolak PHK, hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing.
Perubahan pola aksi ke pusat kekuasaan
ini, pada awalnya ditanggapi sangat keras oleh rejim penguasa. Upaya untuk
melarang kaum buruh untuk aksi ke pusat kekuasaan sangat gencar dilakukan oleh
rejim penguasa melalui aparat keamanan. Bahkan sempat muncul pelarangan dan
intimidasi terhadap pengemudi truk agar tidak mengangkut buruh aksi ke
pusat-pusat kekuasaan. Namun seiring dengan waktu, respons dari rejim penguasa
semakin melunak terhadap aksi-aksi buruh ke pusat kekuasaan. Dalam akhir-akhir
tahun ini, pihak penguasa hanya menghimbau agar aksi buruh tidak rusuh serta
mengawal secara ketat aksi-aksi yang dilakukan oleh buruh ke pusat kekuasaan.
Selama tahun 2012, selain peringatan
Mayday, buruh kembali banyak melakukan aksi di kawasan industri. Pada periode
Oktober-November saja, aksi yang dilakukan di berbagai kawasan industri ini
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi pengusaha. Dalam wawancaranya
dengan Tempo Interaktif,
Haryadi B. Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bidang
Pengupahan mengatakan, kerugian yang dialami pengusaha akibat gejolak
demonstrasi buruh di Bekasi, Jawa Barat, mencapai miliaran rupiah. Angka
kerugian ini bisa lebih tinggi karena demonstrasi yang dilakukan buruh
menghambat pengiriman barang. Selain itu, kerugian disebabkan oleh waktu
produksi yang hilang akibat pekerja yang berdemonstrasi. Ketua Hubungan
Industrial dan Advokasi Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) Hasanuddin Rachman juga berpendapat, kerugian akibat demo buruh selama
tahun 2012 sejumlah Rp190 triliun atau 20 miliar dolar AS.
Bukan hanya itu, akibat aksi yang
dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2012, Kawasan Industri Pulogadung diperkirakan
menderita kerugian hingga Rp400 Miliar. Industri makanan dan minuman mengalami
kerugian hingga mencapai Rp2 triliun. Bahkan,
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri Johannes Kennedy Aritonang
mengatakan, demo ribuan buruh yang digelar, Rabu (3/10) lalu telah menimbulkan
kerugian bagi pengusaha di Batam sekitar US$40 juta atau setara dengan Rp383
miliar (US$1=Rp9.586). Angka tersebut merupakan akumulasi kerugian secara
langsung sekitar US$10 juta dan kerugian tidak langsung sekitar US$30 juta.
Artinya, para pemilik modal telah
mengalami kerugian yang sangat besar ketika aksi-aksi buruh ditujukan ke
kawasan-kawasan industri. Hal ini jugalah yang menyebabkan tuntutan buruh mulai
mendapatkan perhatian yang sangat besar, baik dari media massa, pemilik modal
maupun rejim penguasa. Selama beberapa minggu, media massa selalu mengangkat
aksi-aksi buruh yang melakukan penutupan kawasan Industri hingga sweeping buruh.
Selain itu, rejim penguasa pun mulai
banyak mengeluarkan pernyataan bahwa aksi-aksi buruh tersebut akan menggangu
pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai oleh pemerintah saat ini. Sedangkan
pihak pemilik modal bahkan sempat mengancam akan melakukan lock-out (pemogokan) jika
pemerintah tidak mampu menangani aksi-aksi buruh yang melakukan penutupan
kawasan industri, karena pemilik modal telah mengalami kerugian yang sangat
besar. Dari aksi-aksi buruh yang menutup kawasan industri ini juga mulai
membuahkan hasil dengan dipenuhinya kenaikan upah minimum provinsi yang cukup
tinggi bagi buruh, walaupun belum sesuai dengan tuntutan para buruh.
Berdasarkan perjalanan aksi-aksi buruh
dalam memperingati May Day dari tahun-tahun hingga aksi-aksi buruh di tahun
2012 ini tentunya akan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kaum buruh
dalam memperjuangkan hak-haknya. Yang harus diperhatikan adalah aksi yang
mengganggu arus modal dan investasi menjadi sangat efektif untuk menyita
perhatian rejim penguasa dan pemilik modal, bahkan hingga dipenuhinya
tuntutan-tuntutan para buruh. Untuk itu, tujuan, metode dan pola aksi yang
dilakukan oleh buruh harus dipikirkan secara matang sehingga tuntutan-tuntutan
yang disampaikan dapat dipenuhi atau minimal mendapatkan perhatian luas dari
masyarakat.
May Day 2013, Perjuangan Panjang Membuahkan Hasil
Pasca peringatan Mayday tahun 2013 lalu,
tepatnya 29 Juli 2013 Presiden SBY mengeluarkan Keppres 24 tahun 2013 tentang Penetapan
tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur. Artinya, mulai tahun 2014, setiap tanggal 1 Mei akan menjadi hari libur
nasional dan kaum buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja di perusahaan.
Hal ini merupakan satu hasil
menggembirakan, dari perjuangan panjang kaum buruh sejak jaman
pra-kemerdekaan. Hal ini juga menjadi
bukti, bahwa setiap perjuangan kolektif yang dilakukan secara konsisten, tanpa
kenal lelah pasti akan memberikan hasil yang menguntungkan bagi kaum buruh.
Berita Tentang May Day 2014
Ratusan ribu buruh dari
sejumlah aliansi serikat pekerja akan turun ke jalan untuk memperingati
perayaan Hari Buruh Internasional atau May Day. Setidaknya ada 20 provinsi yang
akan dijadikan lokasi aksi.
Dalam aksinya, para buruh tersebut akan menyampaikan sepuluh tuntutan yang ditujukan bagi para pengusaha dan pemerintah, menyangkut persoalan kesejahteraan buruh dan para pegawai outsourcing lainnya. Adapun 10 tuntutan para buruh adalah.
1. Naikkan upah minimum 2015 sebesar 30 persen dan revisi KHL menjadi 84 item;
2. Tolak penangguhan upah minimum;
3. Jalankan Jaminan Pensiun Wajib bagi buruh pada Juli 2015;
4. Jalankan Jaminan Kesehatan seluruh rakyat dengan cara cabut Permenkes 69/2013 tentang tarif, serta ganti INA CBG's dengan Fee For Service, audit BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan;
5. Hapus outsourcing, khususnya outsourcing di BUMN dan pengangkatan sebagai pekerja tetap seluruh pekerja outsourcing;
6. Sahkan RUU PRT dan Revisi UU Perlindungan TKI No 39/2004;
7. Cabut UU Ormas ganti dengan RUU Perkumpulan;
8. Angkat pegawai dan guru honorer menjadi PNS, serta subsidi Rp 1 Juta per orang/per bulan dari APBN untuk guru honorer;
9. Sediakan transportasi publik dan perumahan murah untuk buruh;
10. Jalankan wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi.
Aksi buruh di Jakarta akan diikuti oleh sekitar 100.000 buruh se-Jabodetabek, rencananya juga akan dihadiri oleh 10.000 guru honorer dan tenaga honorer dari seluruh Indonesia serta ratusan perwakilan mahasiswa. Sementara di provinsi lain, diperkirakan jumlah massa yang mengikuti kegiatan ini mencapai 500.000 buruh.
Dalam aksinya, para buruh tersebut akan menyampaikan sepuluh tuntutan yang ditujukan bagi para pengusaha dan pemerintah, menyangkut persoalan kesejahteraan buruh dan para pegawai outsourcing lainnya. Adapun 10 tuntutan para buruh adalah.
1. Naikkan upah minimum 2015 sebesar 30 persen dan revisi KHL menjadi 84 item;
2. Tolak penangguhan upah minimum;
3. Jalankan Jaminan Pensiun Wajib bagi buruh pada Juli 2015;
4. Jalankan Jaminan Kesehatan seluruh rakyat dengan cara cabut Permenkes 69/2013 tentang tarif, serta ganti INA CBG's dengan Fee For Service, audit BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan;
5. Hapus outsourcing, khususnya outsourcing di BUMN dan pengangkatan sebagai pekerja tetap seluruh pekerja outsourcing;
6. Sahkan RUU PRT dan Revisi UU Perlindungan TKI No 39/2004;
7. Cabut UU Ormas ganti dengan RUU Perkumpulan;
8. Angkat pegawai dan guru honorer menjadi PNS, serta subsidi Rp 1 Juta per orang/per bulan dari APBN untuk guru honorer;
9. Sediakan transportasi publik dan perumahan murah untuk buruh;
10. Jalankan wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi.
Aksi buruh di Jakarta akan diikuti oleh sekitar 100.000 buruh se-Jabodetabek, rencananya juga akan dihadiri oleh 10.000 guru honorer dan tenaga honorer dari seluruh Indonesia serta ratusan perwakilan mahasiswa. Sementara di provinsi lain, diperkirakan jumlah massa yang mengikuti kegiatan ini mencapai 500.000 buruh.
Pada momentum Hari Buruh Internasional
2014 ini, Konfederasi KASBI
menyerukan kepada semua kaum buruh untuk bersama-sama mendesakkan Sepuluh
Tuntutan rakyat (Sepultura), yaitu:
1. Hapus Sistem Kerja Kontrak dan
Outsourcing
2. Tolak Poltik Upah Murah: Berlakukan Upah Layak Nasional
3. Tolak PHK, Union Busting dan Kriminalisasi Anggota dan Pengurus Serikat Buruh
4. Laksanakan Hak-Hak Buruh Perempuan dan Lindungi Buruh Migran Indonesia
5. Jaminan Sosial Bukan Asuransi Sosial
6. Tanah dan Air untuk Kesejahteraan Rakyat
7. Tangkap, Adili dan Penjarakan Pengusaha Nakal
8. Tolak Privatisasi: Bangun Industri Nasional untuk Kesejahteraan Rakyat
9. Pendidikan dan Kesehatan Gratis untuk Rakyat;
10. Turunkan Harga Kebutuhan Pokok
2. Tolak Poltik Upah Murah: Berlakukan Upah Layak Nasional
3. Tolak PHK, Union Busting dan Kriminalisasi Anggota dan Pengurus Serikat Buruh
4. Laksanakan Hak-Hak Buruh Perempuan dan Lindungi Buruh Migran Indonesia
5. Jaminan Sosial Bukan Asuransi Sosial
6. Tanah dan Air untuk Kesejahteraan Rakyat
7. Tangkap, Adili dan Penjarakan Pengusaha Nakal
8. Tolak Privatisasi: Bangun Industri Nasional untuk Kesejahteraan Rakyat
9. Pendidikan dan Kesehatan Gratis untuk Rakyat;
10. Turunkan Harga Kebutuhan Pokok
Konfederasi KASBI juga menyerukan
kepada seluruh kaum buruh, mari kita bergerak bersama dengan seluruh rakyat
yang terhisap oleh penjajahan gaya baru untuk Melawan Segala Bentuk kebijakan yang Menyengsarakan Rakyat.
Sementara itu dalam momentum peringatan Mayday 2014ini , Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), menuntut :
1. Cabut Kepmen nomor 231/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum,
2. Cabut Inpres nomor 9/2013 tentang Pembatasan Upah Minimum,
3. Cabut Kepmen nomor 7/2013 tentang Upah Minimum
4. Cabut UU nomor 40/2004 tentang SJSN dan UU nomor24/2011 tentang BPJS,
5. Hapuskan sistem kerja kontrak jangka pendek dan outsourcing,
6. Hentikan Praktek Union Busting
7. Berikan jaminan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi,
8. Laksanakan Reforma agraria sejati dan bangun industri.
Sementara itu dalam momentum peringatan Mayday 2014ini , Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), menuntut :
1. Cabut Kepmen nomor 231/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum,
2. Cabut Inpres nomor 9/2013 tentang Pembatasan Upah Minimum,
3. Cabut Kepmen nomor 7/2013 tentang Upah Minimum
4. Cabut UU nomor 40/2004 tentang SJSN dan UU nomor24/2011 tentang BPJS,
5. Hapuskan sistem kerja kontrak jangka pendek dan outsourcing,
6. Hentikan Praktek Union Busting
7. Berikan jaminan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi,
8. Laksanakan Reforma agraria sejati dan bangun industri.
GSBI sebagai organisasi
Pusat Perjuangan Buruh di Indonesia, yang menghimpun kaum buruh dan berbagai
bentuk formasi serikat buruh, dalam peringatan hari buruh sedunia 2014 akan
mengusung tuntutan terkait Politik Upah Murah dan Perampasan Upah, Hentikan
Perampasan Upah, Tanah dan Kerja, Berikan Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat
yang sepenuhnya ditanggung oleh negara, Cabut Inpres Nomor 9/2013, Cabut Kepmen
Nomor 7/2013, Cabut Kepmen 231/2003, Cabut UU SJSN dan BPJS, hapuskan sistem
kerja jangka pendek dan outsourcing, Hentikan Praktek Union Busting dan Berikan
jaminan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
Peringatan Hari Buruh Internasional 2014 digunakan bagi GSBI untuk terus memperkuat persatuan rakyat. Begitu banyak persoalan yang saat ini mengemuka dan dialami oleh rakyat Indonesia, ada problem perampasan tanah kaum tani di pedesaan dalam ekspansi perkebunan besar yang kian masif, problem akses mendapatkan pendidikan yang masih sangat terbatas, masalah-masalah kesehatan bagi perempuan dan anak, tidak adanya perlindungan yang sejati bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri. Seluruh masalah ini berakar pada kebijakan rejim SBY-Budiono yang tidak pernah menyentuh atau berpihak kepada rakyat Indonesia. Rejim ini jauh lebih mementingkan kepentingan kapitalisme monopoli, menjalankan apa yang menjadi keinginannya tanpa pernah peduli akan kehidupan rakyatnya. Persatuan diantara sektor-sektor masyarakat inilah yang sesungguhnya mempunyai kedudukan dan peranan penting didalam perjuangan, yang akan memberikan jaminan kemenangan bagi rakyat Indonesia setahap demi setahap.
Peringatan Hari Buruh Internasional 2014 digunakan bagi GSBI untuk terus memperkuat persatuan rakyat. Begitu banyak persoalan yang saat ini mengemuka dan dialami oleh rakyat Indonesia, ada problem perampasan tanah kaum tani di pedesaan dalam ekspansi perkebunan besar yang kian masif, problem akses mendapatkan pendidikan yang masih sangat terbatas, masalah-masalah kesehatan bagi perempuan dan anak, tidak adanya perlindungan yang sejati bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri. Seluruh masalah ini berakar pada kebijakan rejim SBY-Budiono yang tidak pernah menyentuh atau berpihak kepada rakyat Indonesia. Rejim ini jauh lebih mementingkan kepentingan kapitalisme monopoli, menjalankan apa yang menjadi keinginannya tanpa pernah peduli akan kehidupan rakyatnya. Persatuan diantara sektor-sektor masyarakat inilah yang sesungguhnya mempunyai kedudukan dan peranan penting didalam perjuangan, yang akan memberikan jaminan kemenangan bagi rakyat Indonesia setahap demi setahap.
Selamat Hari Buruh 2014, semoga perjuangan
Buruh sebagai manusia bermartabat dalam memperjuangkan hak-haknya segera
terwujud. Itu artinya mental pungli dari Oknum Pemerintah juga harus
dihapus, sebab selama ini ketika buruh menuntut hak, pengusaha berdalih akan
tingginya pungli dan biaya siluman. Selanjutnya, antara buruh dan
pengusaha, keduanya dapat saling bersimbiosis mutualisme, saling menguntungkan,
saling menerima hak dan memberikan kewajiban masing-masing secara proporsional
: perusahaan menikmati produktivitas para buruh, dan buruh menikmati
upah yang layak dan adil.
Demikian Rangkuman dan
juga harapan mengenai May Day, Sejarah dan Perkembangan PeringatanHari Buruh di dunia dan di Indonesia.
Salam Buruh
Thomas Pras
Sumber
:
3. Jovanka
Edwina, Anggota Kolektif Perempuan Pekerja Yogyakarta : http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/05/08/perempuan-yang-menggentarkan-rezim-marsinah-pahlawan-kaum-buruh/
5. http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20140429/pernyataan-sikap-kasbi-menjelang-hari-buruh-sedunia-tahun-2014.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar