MENGENAL TANAH
“Yen iso kulakan mbelek adole emas, Nusantara Makmur”.
Filosofi Dasar
Kalimat di atas artinya
kurang lebih: Kalau bisa kulakan kotoran (tai, telek, tokai), jualnya emas, maka Nusantara makmur. Satu ujar-ujaran yang kesannya guyon dan main-main, tetapi dibalik kesan itu sebenarnya ada ide besar tentang inovasi, merubah barang yang tidak berharga menjadi berharga. Manusia idealnya harus mampu memberi nilai
tambah bagi kehidupan. Lalu apa kaitannya dengan
Tanah ?
Apa itu Tanah, atau Bagaimana cara
pandang kita terhadap tanah ?!
mungkin itu partanyaan awal yang cukup tepat untuk mencari tau filosofi tentang tanah.
Pandangan terhadap tanah terbelah menjadi dua (2) : Pertama, Tanah dipandang sebagai Bio-Reactor, tanah dipandang sebagai ‘makhluk hidup’; sedangkan pandangan kedua, Tanah dipandang sebagai Chemical-Reactor, tanah dipandang sebagai benda mati.
Apa perbedaan keduanya ?
Perbedaan kedua cara
pandang terhadap tanah, akan mempengaruhi perlakuan selanjutnya terhadap tanah. Mari kita perhatikan diagram di bawah ini:
Diagram : Filosofi Cara Pandang
Terhadap Tanah
Diagram di
atas secara filosofis menjelaskan betapa besar konsekuensi dari perbedaan cara pandang petani atas tanah,
terhadap kehidupan dan penghidupan keluarga petani. Ketika
petani memandang dan memperlakukan tanah sebagai “Reaktor
Biologi”, maka cukup dengan mempertahankan kondisi tanah, selanjutnya
tanahlah yang akan berperan menghidupi tanaman yang dibudidayakan petani. Sementara itu, dampak dari cara pandang Tanah
sebagai “Reaktor Kimia” petani
harus selalu memberikan nutrisi untuk tanamannya.
Cara pandang pertama
sejak menurut yang saya pahami, sejak di atas kertas sudah terlihat akan lebih menopang kegiatan pertanian ekologis, pertanian berkelanjutan, penyediaan pangan
sehat; sementara cara pandang kedua akan berakibat pada kegiatan pertanian
non-ekologis, pertanian sintetis, atau jika memalai istilah Mas Tanto de Hobo adalah “Agrisida”
(bercocok-tanam racun).
Maka setelah membaca diagram
di atas, dan sebelum mengakhiri artikel ini, saya ingin bertanya kepada Sobat Petani sekalian, semoga berkenan menjawab, dan
bisa menjadi pengantar satu diskusi mendalam. Saya berharap mendapatkan jawaban yang berdasar dari pengalaman, bukan teori.
- Menurut pengalaman sobat Petani sekalian, manakah cara pandang yang lebih menopang kehidupan ?
- Dan menurut pengalaman sobat sekalian, cara pandang manakah yang lebih banyak
dipraktekkan di lapangan ?!
Demikian tulisan singkat
berjudul Mengenal Tanah, Filosofi Dasar – ulasan singkat
tentang filosofi tanah, untuk menjadi bahan permenungan kita semua, sebagai
dasar menetapkan langkah ke depan. Semoga
bermanfaat bagi kehidupan...
Sampai bertemu di tulisan
berikutnya: Pengantar Belajar Ekologi Tanah
Salam Hangat,
Thomas Pras
Sumber :
1. Materi Pelatihan Joglo Tani
2. Diskusi dengan Mas Tanto de Hobo.
1. Materi Pelatihan Joglo Tani
2. Diskusi dengan Mas Tanto de Hobo.
Tanah sebagai BioReactor rasa-rasanya adalah cara tradisional petani jaman dahulu sebelum ada pupuk kimia buatan pabrik. Sekarang teletong sapi mungkin juga kandungan biokimianya tergantung juga asupannya, misal racikan biskuit ternak yang mungkin masih ada tambahan zat kimia. lantas standar organik tentu ada kriterianya....(setDAR59-14)
BalasHapusBetul Bung "unknown"
BalasHapusSemenjak Revolusi Hijau, 'tubuh' Pertanian disekat-sekat, sehingga terpisah dengan Peternakan, Perikanan.
Padahal sebelum Revolusi hijau Pertanian dan Peternakan terintegrasi, sehingga asupan untuk ternak dalam Konsep pertanian Organis/Permakultur/Ekologis adalah pakan organik.